<
 
Home Nasional Otonomi Politik Ekonomi Hukrim Sport LifeStyle Metropolis Pendidikan Internasional Indeks
 
HUKUMAN MATI UNTUK KORUPTOR
Ancaman Hukuman Mati bagi Koruptor Hibah Bencana Covid-19
Selasa, 14 April 2020 - 11:35:29 WIB
ilustrasi (nt).
TERKAIT:
 
  • Ancaman Hukuman Mati bagi Koruptor Hibah Bencana Covid-19
  •  

    Monokwari, Tiraskita.com - Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksud Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

    Pasal 1 angka 2, Bencana Alam adalah adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor.

    Pandemi Covid-19 digolongkan Pemerintah sebagai Bencana Non-alam. Pemerintah sejumlah daerah telah menetapkan status Pandemi Covid-19, dari Siaga Darurat menjadi Tanggap Darurat.

    Pengertian Tanggap Darurat, disebutkan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, yaitu adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

    Penetapan meningkatnya Status Penanggulangan Bencana, dari Siaga menjadi Tanggap, memiliki konsekuensi Penganggaran Pembiayaan.

    Dalam Pasal 60 angka (1) dan (2) Undang-undang No. 24 Tahun 2007, disebutkan dana penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah juga mendorong partisipasi masyarakat di dalamnya.

    Pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, dinyatakan, dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, pemerintah memiliki tanggung jawab, meliputi (a). pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai; (b). pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.

    Dalam Pasal 8 huruf d, dinyatakan Pemerintah Daerah juga turut memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang salah satunya meliputi pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan belanja daerah yang memadai.

    Dengan demikian, anggaran pembiayaan penanggulangan bencana itu bersumber dari APBN dan juga APBD.

    Pada Pasal 6 huruf f Undang-undang No. 24 Tahun 2007 disebutkan “Dana Siap Pakai” yaitu dana yang dicadangkan oleh pemerintah untuk dapat dipergunakan sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

    Saat penetapan status Tanggap Darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menggunakan Dana Siap Pakai yang disediakan oleh Pemerintah dalam anggaran BNPB, dan juga Pemerintah Daerah dalam anggaran BPBD (Provinsi dan Kabupaten-Kota).

    Sampai di sini, apakah Pemerintah dan Pemerintah setiap Daerah telah mengalokasikan Dana Siap Pakai dimaksud? Pertanyaan retoris ini akan menggiring kita kembali ke masa sebelum tahun 2007, sebelum RUU Bencana ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, yang menjadi acuan pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan strukturnya hingga ke daerah-daerah.

    Terdapat aturan perundang-undangan lebih rendah dari Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan dana bencana alam, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008, menyatakan, pengaturan pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana meliputi (a). sumber dana penanggulangan bencana; (b). penggunaan dana penanggulangan bencana; (c). pengelolaan bantuan bencana; dan (d). pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana.

    Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini menegaskan lagi Undang-undang No. 24 Tahun 2007, bahwa dana penanggulangan bencana itu berasal dari: (a). APBN; (b). APBD; dan/atau (c). masyarakat.

    Dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008, dinyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD itu secara memadai dan anggaran itu disediakan pada tahap pra bencana, saat tanggap darurat bencana, dan pasca bencana.

    Dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008, dinyatakan bahwa dalam anggaran penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN, Pemerintah menyediakan pula, (a). dana kontinjensi bencana; (b). dana siap pakai; dan (c). dana bantuan sosial berpola hibah.

    Selain itu, menurut Pasal 10 ayat (1), penggunaan dana penanggulangan bencana dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, BNPB, dan/atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

    Pengelolaan anggaran penanggulangan bencana diatur lebih khusus dalam peraturan perundang-undangan yang lebih teknis. Misalnya, Peraturan Menteri Keuangan. Sehingga, mengacu pada mekanisme penganggaran, ditetapkanlah tata cara pengelolaannya, mulai dari rekening sampai dengan pertanggung-jawaban.

    Dalam aturan yang lebih teknis dimaksud, Tata Cara Pengelolaan Dana Bantuan Dalam Rangka Penanggulangan Bencana diatur bahwa untuk menampung penerimaan bantuan bencana, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dibuatlah Rekening Penerimaan Dana Bantuan Bencana, yang selanjutnya disebut Rekening Penerimaan Bantuan Bencana, yakni rekening pada Bank Indonesia, atau Bank Daerah. Penerimaan dan pengeluaran dalam Rekening Penerimaan Bantuan Bencana dicatat secara rinci dan disajikan dalam Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara/ Daerah. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan atas belanja yang dibiayai dari Hibah dan menyajikannya dalam Laporan Keuangan.

    Mulai dari sini, mari kita awasi!

    Saya menduga, sikap Pemerintah dan banyak Pemerintah Daerah yang tidak serta merta melakukan Lockdown negara dan daerahnya, bukan semata-mata karena tidak sayang rakyat, tapi lebih dari itu, untuk mencegah Korupsi yang justeru dapat membunuh satu bangsa. Apalagi, Revolusi Mental, hanya mewujud dalam kampanye, tanpa diikuti aplikasi yang mampu mengubah sikap mental koruptif, lebih-lebih di kalangan aparatur pemerintahan.

    Untuk pengawasan, mari kita simak landasan hukumnya.

    Tindak Pidana Korupsi dapat dijatuhi Hukuman Mati. Apa jenis korupsi yang yang berakibat Hukuman Mati? Simak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disusul perubahannya dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

    Bab II Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, dalam Pasal 2 disebutkan:

    (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

    (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

    Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, disebutkan beberapa ketentuan dan penjelasan pasal-pasal yang mengalami perubahan (Pasal I), di antaranya:

    1. Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Penjelasan Pasal-pasal, Pasal 1 ayat (2) dijelaskan:

    Pasal I

    Angka 1

    Pasal 2 ayat (2)

    Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

    Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan wabah virus corona atau COVID-19 sebagai bencana nasional. Penetapan COVID-19 sebagai bencana nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional. (https://www.cnbcindonesia.com/news/20200413203519-4-151648/keppres-bencana-nasional-pemerintah-lebih-leluasa-ubah-apbn)

    Dana penanganan Covid-19 yang mencapai Rp 405 triliun yang bersumber dari APBN. (https://www.google.com/amp/s/www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/anggaran-penanganan-covid-19-rp-405-triliun-perlu-diawasi/%3famp)

    Dari perhitungan Kementerian Keuangan, pemerintah diketahui memiliki dana sekitar Rp121,3 triliun untuk menangani bencana nasional Covid-19.

    Dari paparan Sri Mulyani, pemerintah mengidentifikasi dana APBD sebesar Rp56 triliun hingga Rp59 triliun yang bisa direalokasikan. Sementara itu, dana APBN yang bisa direalokasi sebesar Rp62,3 triliun yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). (https://www.google.com/amp/s/m.bisnis.com/amp/read/20200320/10/1216026/sri-mulyani-berhitung-anggaran-untuk-bencana-covid-19-tembus-rp1213-triliun-)

    Pada mekanisme keuangan, Anggaran Bencana ditetapkan sebagai Hibah, yaitu kepada BNPB dan BPBD di semua daerah pada setiap tingkatan. Namun demikian, penerima manfaat Hibah ini Rakyat Indonesia, khususnya yang terdampak Covid-19. Hingga pekan ini, semua daerah di Tanah Air telah masuk Zona Merah Covid-19.

    Oleh karena itu, semua Pemerintah Daerah mesti segera menetapkan Tata Cara Pemberian Hibah kepada warganya masing-masing.

    Bahwa Hibah akibat Bencana Nasional adalah Hak Warga Negara/ Daerah. Bukan diberikan dengan dasar proposal rakyat (baca: korban bencana). Hibah diberikan bukan pula karena belas kasihan pejabat, tapi karena Hak Korban (Rakyat) yang wajib diberikan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.***



     
    Berita Lainnya :
  • Memperkuat Profesionalisme Wartawan Dan Etika Pers
  • Pemerintah Desa Masundung Beri Bantuan Kepada Warganya Yang Terdampak Bencana
  • Siswa Berperstasi Di Kota Cimahi Dapat Apresiasi Dari Walikota: Pendidikan Merupakan Kunci Utama.
  • PT. Max Auto Indonesia Dan PT. Maxride Indonesia Terkait Legalitas Operasional Bajaj Pekanbaru
  • Pemkot Cimahi Bersama Dengan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Hadirkan Beragam Budaya Dari Berbagai Etnis
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
    + Indeks Berita +
    01 Memperkuat Profesionalisme Wartawan Dan Etika Pers
    02 Pemerintah Desa Masundung Beri Bantuan Kepada Warganya Yang Terdampak Bencana
    03 Siswa Berperstasi Di Kota Cimahi Dapat Apresiasi Dari Walikota: Pendidikan Merupakan Kunci Utama.
    04 PT. Max Auto Indonesia Dan PT. Maxride Indonesia Terkait Legalitas Operasional Bajaj Pekanbaru
    05 Pemkot Cimahi Bersama Dengan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Hadirkan Beragam Budaya Dari Berbagai Etnis
    06 Honda Vario 160 Diperkuat sebagai Skutik Andalan Mobilitas Harian Masyarakat Kepri
    07 Honda Vario 160 Diperkuat sebagai Skutik Andalan Mobilitas Harian Masyarakat Kepri
    08 Honda Vario 160 Diperkuat sebagai Skutik Andalan Mobilitas Harian Masyarakat Kepri
    09 Rokok Tanpa Cukai Merk PSG dan UFO Marak di Batam, Perintah Menkeu Purbaya Seolah Diabaikan
    10 Perjudian Modern Marak di Kota Batam, Apa Tindakan Kepolisian dan Pemko Batam?
    11 Kejaksaan Negeri Cimahi Raih Posisi Juara Umum Satuan Kerja Terbaik se-Jawa Barat Tahun 2025
    12 Pantau Ketersediaan Bahan Pangan Di Pasar Tradisional.Pemkot Cimahi Mencukupi
    13 HAKORDIA Usung Tema,Berantas Korupsi untuk Kemakmuran Rakyat”Kejaksaan Negeri Cimahi Berkomitmen
    14 Bappelitbangda Menyelenggarakan Kompetisi Inovasi Cimahi Motekar Awards (CHiMA)
    15 Launching Motor Ambulance, Penyerahan Lomba KWT Dan Indeks Reformasi Hukum
    16 Sebanyak 60 relawan pemadam kebakaran Ikutin Pembinaan
    17 Kejari Cimahi Dorong Kesadaran Kolektif Mengenai Pentingnya Integritas Dan Tata Kelola Pemerintahan Yang bersih
    18 Puskesmas Cimahi Utara Buka Persalinan 24 Jam.Berdasarkan Karakteristik Wilayah
    19 Kejaksaan Negeri Cimahi Dan Pemkot Cimahi"Proses Perwalian Dan Penyerahan Bantuan Layanan Kependudukan Dan Sosial
    20 Layanan Hukum Dan Layanan digital Berbasis Teknogi Dan Informasi, Senergitas Jaksa Dan Diskominfo Cimahi
    21 Iwan Setiawan Harap Ada Payung Hukum Dan Regulasi Yang Jelas Dalam Rencana Penghapusan Tunggakkan BPJS
    22 Anggota DPRD Kota Cimahi Gelar Kegiatan Reses Masa Persidangan III.
     
     
     
    Galeri Foto | Advertorial | Indeks Berita
    Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Tentang Kami | Info Iklan
    © tiraskita.com