RL | Serba-Serbi Selasa, 12 Oktober 2021 - 08:37:08 WIB
Ilustrasi. @net
TERKAIT:
TIRASKITA.COM - Status nikah
siri belakangan kembali menjadi perbincangan publik. Khususnya soal
kebijakan nikah siri yang kini masuk dalam kartu keluarga (KK). Bedanya
dengan nikah tercatat, pernikahan siri di KK ditulis dengan keterangan
kawin belum tercatat.
Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil
(Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menegaskan, kebijakan itu
sebenarnya aturan lama. ”Bukan kebijakan baru. Berlangsung sejak 2016,”
katanya kemarin (10/10). Dia menuturkan, kebijakan tersebut dikeluarkan
karena banyaknya pernikahan siri di berbagai daerah.
Zudan
mengatakan, dari aspek agama maupun kepercayaan, nikah siri itu adalah
pernikahan yang resmi. Misalnya, dalam ketentuan agama Islam maupun
kepercayaan suku-suku. Contohnya, di suku Baduy, suku Anak Dalam, suku
Asmat, dan lainnya.
Banyaknya angka pernikahan siri kemudian
menimbulkan sejumlah persoalan. Di antaranya, banyak anak hasil
pernikahan siri yang tidak diurus akta kelahirannya.
Zudan
mengatakan, pada periode 2014–2015, persentase anak yang memiliki akta
lahir hanya 31,25 persen. Angka itu setara dengan 21 jutaan anak dari
total populasi anak waktu itu yang mencapai 75 juta jiwa. ”Kenapa (akta
lahir tidak bisa diurus, Red)? Karena orang tua tidak punya buku nikah,”
tutur Zudan. Selain itu, anak tidak mau yang ditulis di akta lahirnya
hanya nama si ibu. Kemudian, lanjut Zudan, banyak terjadi kaum perempuan
dirugikan dalam pernikahan siri.
Nah, berangkat dari persoalan
itu, Zudan mengatakan, Kemendagri membuat aturan baru untuk percepatan
pengurusan akta lahir. Akhirnya, seluruh peristiwa perkawinan, baik yang
tercatat resmi maupun nikah siri, di dalam KK diberi keterangan kawin.
Dengan begitu, si anak bisa membuat akta lahir. ”Kemudian, kebijakan itu
harus diluruskan kembali,” katanya.
Pernikahan
tercatat dan nikah siri tidak bisa sama-sama ditulis kawin. Ketika
pasangan nikah siri ditulis kawin di KK-nya, mereka tidak bisa melakukan
isbat nikah. Sebab, hanya pasangan nikah siri yang bisa menjalani isbat
nikah.
Sampai akhirnya Kemendagri membuat dua pengelompokan.
Bagi pasangan yang menikah secara tercatat di KUA maupun dinas
kependudukan dan pencatatan sipil yang dibuktikan dengan buku nikah atau
akta nikah, diberikan keterangan kawin tercatat pada KK-nya. Pasangan
pernikahan siri diberi keterangan kawin belum tercatat pada KK-nya.
Dengan
pengelompokan itu, anak dari pernikahan siri tetap bisa mengurus akta
lahir. Begitu pula perempuan bisa terhindar dari kerugian-kerugian
apabila pernikahannya tidak masuk dalam KK. Setelah pernikahan siri itu
masuk dalam KK, semuanya memiliki kepastian hukum. Termasuk urusan waris
dan lainnya.
Zudan menegaskan, kebijakan Kemendagri memasukkan
pernikahan siri ke KK itu bukan berarti mereka melegalkan pernikahan
siri. Dia menegaskan tidak akan melangkahi kewenangan KUA sebagai
lembaga resmi pencatatan perkawinan untuk agama Islam.
”Kami
hanya memotret atau mendata bahwa telah terjadi pernikahan, apakah itu
tercatat maupun pernikahan siri,” jelasnya. Zudan mengatakan, Kemendagri
tetap mendorong pasangan yang nikah siri untuk melakukan isbat nikah.
Dengan begitu, status pernikahan mereka berubah menjadi kawin tercatat.
Dia
juga menyatakan, bisa terjadi dalam satu KK itu ada satu suami dan
beberapa istri. Kemudian, antara satu istri dan istri lain keterangan
kawinnya berbeda-beda. Ada yang kawin tercatat dan ada pula kawin belum
tercatat. Itu berlaku jika suami melakukan poligami secara nikah siri.
Zudan
mengatakan, kebijakan memasukkan nikah siri ke dalam KK itu berawal
dari banyaknya angka pernikahan siri di masyarakat. Jika di masyarakat
tidak ada pernikahan siri, kebijakan tersebut tentu juga tidak ada.
Dia
mengakui, kebijakan memasukkan nikah siri ke dalam KK itu belum yang
terbaik. ”Kalau ada solusi terbaik, ya monggo ditawarkan,” jelasnya.